The Real Kings!

Tuesday, April 27, 2010



www.esquire.co.id
Jakarta pagi itu tampak sendu. Sekumpulan awan abu-abu menggelayut di langit ibukota, sedangkan barisan kendaraan di jalan Thamrin yang terlihat dari jendela gedung tampak berjalan lamban. Esquire sedang menunggu kehadiran tiga sosok yang direncanakan menjalani sesi pemotretan untuk edisi spesial ulang tahun yang ketiga.

Tiga nama dipilih karena kapasitasnya di kancah musik Indonesia. Ditempa banyak pengalaman, diselingi jatuh bangun demi menjaga eksistensi, bergonta-ganti personel band, serta mengarungi berlapis era dan tren musik. Hingga kini grup yang dinaungi ketiga "manusia pilihan" ini tetap berdiri tegar. Pesan yang mereka usung dalam bait lirik bersifat universal mulai dari soal cinta bermacam dimensi, kritik sosial, kepedulian terhadap sesama hingga urusan spiritual menyusup ke dalam hati penikmat musik Indonesia. Satu hal, menyatukan ketiga sosok berkarakter kuat ini dan mengulik beragam sisi pribadi masing-masing memang bukan perkara mudah.



Babak Pertama...



Armand datang paling pagi. Ia memang terkenal on time...

ESQ (ESQUIRE): Beberapa artis mengumbar rencana go international, bagaimana pemahaman go international menurut Anda?

Armand: Bagi gue pemahaman tentang go international, yang paling betul adalah Anggun C. Sasmi. Pindah ke negara tempat industri musik itu berada. Harus pindah ke negara itu, kalau nggak pindah sih bullshit. Makanya lucu misalnya ketika Gigi tur di Amerika Serikat, tiba-tiba di infotainment langsung keluar berita “GIGI go international.” Padahal dari Gigi tidak bicara begitu. Itu sih namanya bukan go international, tapi kita jalan-jalan sambil show. Karena go international tidak segampang itu. Jadi kalau memang mau go international, yang paling betul seperti Anggun. Benar-benar tinggal di sana, dan akhirnya Anggun berhasil. Itu pun menurut gue selain talenta bagus juga mesti punya keberuntungan.

ESQ: Soal bongkar pasang personel?

Armand: Kalau gue, Budjana dan Thomas yang masih tergabung di GIGI berpikiran itu hanya hukum alam saja. Memang harusnya seperti itu, mau apa lagi. Karena tidak mungkin seseorang ingin keluar dari “rumah” terus gue tahan. Malah bisa jadi ribut. Karena alasan dia keluar kuat, mungkin visi musiknya sudah beda. Gue yakin jika dibiarkan bisa mempengaruhi secara keseluruhan. Musik itu rasa. Bagaimana bisa menciptakan sebuah karya yang mewakili perasaan, sementara loe sudah merasa tidak nyaman di suatu grup. Akan terdengar seperti ada satu bagian yang outside sendiri. Makanya musik itu memang rasa.

ESQ: Isu yang menghambat kemajuan industri musik Indonesia?

Armand: Pembajakan sebenarnya iya. Situasinya gawat. Fisik sekarang sudah habis, benar-benar berpegang pada RBT dan penjualan digital. Tapi dalam digital, lebih mudah untuk membajaknya. Akhirnya mengubah peta musik Indonesia saat ini. Dulu kita beli album band, karena ingin mendapat semuanya. Dengan fisik sudah habis karena pembajakan, akhirnya muncul RBT. Nah, durasinya kan cuma 30 detik, hanya bagian reff. Itu yang mengakibatkan banyak muncul band instan. Dalam artian loe ciptakan saja melodi enak yang berdurasi segitu doang. Kalo dulu, mau menciptakan karya itu mesti detail karena satu kesatuan dari mulai musik sampai cover album. Akhirnya sekarang banyak musik yang gue bilang nggak punya feel, kasarnya “lebih mengejar setoran”.

ESQ: Menurut Anda, seberapa besar pengaruh umur dengan kematangan suatu band dalam bermusik?

Armand: Dengan bertambahnya usia sebuah grup band, otomatis biasanya akan lebih dewasa menyikapi situasi musik pada saat itu. Karena sudah mengalami banyak kejadian. Misalnya di panggung sudah menemui event organizer yang oke, kampungan atau sedang-sedang saja. Banyak pelajaran dari situ. Semua kejadian itu mendewasakan grup band tersebut. Grup-grup yang sudah lama ada biasanya akan lebih dewasa menyikapi situasi yang ada di industri musik. Contohnya mengenai playback pada acara musik setiap pagi di berbagai stasiun TV nasional. Di jejaring sosial Twitter banyak yang mengamuk dan mengajukan protes, bilang cara itu tidak kreatif atau kelihatan tidak bagus. Yang fans sejati sih cuek saja. Kalau kita sudah pernah melewati masa-masa itu sejak era TVRI dulu. Intinya kita enjoy saja dengan tren musik sekarang.

0 komentar: